Sejarah Maudu Lompoa, Tradisi Maulid Nabi di Takalar Dimulai Datangnya Syekh Jalaluddin

Perayaan ini dipusatkan di sekitar Sungai Cikoang di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Maudu Lompoa menjadi bukti bahwa dua unsur yang berbeda, yakni agama dan budaya lokal, bisa bersatu membentuk sebuah tradisi yang diwariskan secara turun temurun.
Tradisi ini selalu diadakan tiap tahun tepatnya pada 29 Rabiul Awal atau akhir bulan Rabiul Awal yang menjadi puncak peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Maudu Lompoa memerlukan waktu persiapan selama 40 hari. Tradisi Jene-jene Sappara atau mandi di bulan Safar menurut penanggalan Hijriyah yang dipimpin oleh para tetua adat merupakan acara yang pertama. Selain itu, ayam kampung yang akan disajikan pada puncak acara juga mulai dikurung.
Kemudian pada tahap pelaksanaan upacara maudu lompoa di setiap warga terlibat di dalamnya dan sudah mulai aktif dalam beberapa kegiatan.
Warga mulai melakukan pengisian bakul yang dilakukan oleh pria dan wanita yang bersih dari najis dan hadas. Kemudian dilakukan pengantaran bahan keperluan maudu di detik-detik
penyelenggaraan upacara, yakni pada pagi hari atau ada juga pada hari jum’at dengan beberapa rangkaian kegiatan acara. Semua keluarga yang bersangkutan mengantarkan ke tempat yang telah ditentukan.
Upacara maudu lompoa mempunyai kesan dan pengaruh batin yang luar biasa. Ketika berlangsung acara, tidak seorangpun yang bubar meski di tengah sengatan terik matahari atau guyuran hujan, kecuali pengunjung dari luar. Mereka menganggap panas matahari atau hujan merupakan rahmat Allah SWT.
Editor: Kurnia Illahi