MAKASSAR, iNews.id - Penanganan virus corona di Kota Makassar diumpamakan seperti membuang garam ke laut. Sebab saat pemerintah sibuk melakukan rapid test dan penelusuran kontak pasien positif Covid-19, banyak warga yang tak patuh aturan protokol kesehatan.
Dekan Fakultas Teknologi Industri (FTI) Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Zakir Sabara H Wata menilai, Pemerintah Kota Makassar malah membuka tempat umum yang menjadi titik kerumunan warga tanpa memilik menetapkan standar protokol kesehatan di sana.
"Prinsip dasar Covid-19 ini social dan physical distancing. Tunjukan pada saya di mana rumah makan di Makassar yang terapkan konsep tersebut," kata Zakir saat Webinar New Normal Sulsel yang disiarkan iNews, Kamis (11/3/2020) kemarin.
Menurut dia, bila tim Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Makassar masif melakukan rapid test dan contact tracing, namun masih banyak orang berkumpul dan saling berinteraksi, sama saja membuang garam ke laut. Pola penanganan pandemi virus corona ini dinilai sia-sia.
Dia menilai, suatu hal yang keliru bila Pemerintah Kota Makassar merasa sudah maksimal melakukan penelusuran dengan semakin banyaknya angka kasus Covid-19. Sebab, kondisi tenaga medis rumah sakit yang menangani kasus ini harus lah diperhatikan.
"Kalau semakin banyak kasus, bagaimana dengan tenaga medis yang terbatas di setiap rumah sakit," ujar dia.
Dia juga meminta Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Makassar diminta membuka data pasien diduga terpapar virus corona. Tujuannya untuk menimbulkan kesadaran masyarakat agar mereka lebih mawas diri dan disiplin menerapkan protokol kesehatan.
"Jadi mereka nantinya yang datang untuk minta rapid test atau pemeriksaan swab," katanya.
Dengan cara ini, kata dia, bukan hanya Gugus Tugas Covid-19 Makassar yang aktif turun ke permukiman warga untuk rapid test. Namun warga datang sendiri untuk diperiksa atau minta agar dilakukan rapid di wilayahnya.
"Polanya dibalik, seolah-olah masyarakat yang minta," ujar dia.
Editor : Andi Mohammad Ikhbal
Artikel Terkait