JAKARTA, iNews.id - Banjir bandang yang menerjang di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan (Susel), meluluhlantakkan daerah itu. Bencana itu menelan banyak korban jiwa. Hingga Jumat (17/7/2020), 36 orang meninggal dunia dan 16 lainnya masih dalam pencarian. Sementara 3.000 lebih atau 14.483 jiwa mengungsi.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Raditya Jati mengatakan, sebelumnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah memberikan analisis penyebab banjir bandang yang menerjang beberapa kecamatan pada Senin lalu (13/7/2020). Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) mengidentifikasi beberapa faktor penyebab banjir tersebut.
Analisis tim LAPAN berdasarkan citra satelit Himawari-8 menyebutkan, hujan dengan intensitas yang cukup lama terjadi pada 12 Juli 2020 dari sekitar jam 22.00 WITA sampai jam 6.00 WITA tanggal 13 Juli 2020. Kemudian pada siang hari (13/7/2020) sekitar jam 13.00 WITA, kembali terjadi hujan dengan intensitas yang lama sampai malam hari, ketika terjadi bencana banjir bandang.
"Menurut analisis tersebut, curah hujan membawa pengaruh yang signifikan sebagai pembawa material lumpur dan ranting pohon dari wilayah hulu sungai," kata Raditya Dika dalam siaran pers, Jumat (17/7/2020).
Selain itu, struktur geomorfologi dan geologi Kabupaten Luwu Utara menunjukkan bahwa wilayah hulu Sungai Sabbang, Sungai Radda dan Sungai Masamba merupakan perbukitan yang sangat terjal dan kasar. Kondisi tersebut terbentuk dari patahan-patahan akibat proses tektonik pada masa lalu.
Analisis LAPAN menginformasikan, banyaknya patahan yang terdapat di wilayah ini menyebabkan struktur batuan atau tanahnya tidak cukup kuat untuk mempertahankan posisinya. "Kondisi ini menyebabkan mudah longsor dan apabila terakumulasi dapat terjadi banjir bandang," kata Raditya Jati.
Editor : Maria Christina
banjir bandang banjir luwu utara luwu utara banjir bandang luwu utara sulawesi selatan bnpb lapan
Artikel Terkait