5 Alat Musik Sulawesi Selatan, Nomor 4 Terbuat dari Bahan Kayu dan Tempurung Kelapa

JAKARTA, iNews.id - Alat musik Sulawesi Selatan (Sulsel) ada beragam. Hal itu dikarenakan di Sulsel ada beberapa suku yang menghuninya seperti suku Bugis, Makassar, Toraja, dan suku lainnya.

Sulsel sendiri merupakan salah satu pulau yang ada di Indonesia dengan ibu kota Makassar. Provinsi ini berbatasan dengan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat di utara, Teluk Bone dan Sulawesi Tenggara di timur, Selat Makassar di barat, dan Laut Flores di selatan.  

Baca Juga

Ini 9 Alat Musik Tradisional Yogyakarta, Nomor 5 Asli Gunungkidul

Dengan adanya suku-suku tersebut membuat Sulsel memiliki ragam alat musik. Lalu apa saja musik Sulawesi Selatan?

1. Gesok-gesok

Baca Juga

19 Alat Musik Tradisional Indonesia dan Asal Lengkap Cara Memainkannya

Gesok-gesok atau keso-keso merupakan alat musik yang dimainkkan dengan cara digesek-gesek atatu kordofon. Alat musik ini mirip dengan rebab, tapi memiliki dawai.

Alat musik ini terbuat dari kayu menyerupai jantung atau daun keladi. Alat geseknya juga terbuat dari bahan kayu dan senar yang memiliki seperti busur panah. 

Baca Juga

5 Alat Musik Tradisional Kalimantan, Nomor 2 Bentuknya Mirip Tombak

Alat musik ini dimainkan untuk mengiringi syair-syair sinlirik pada zaman dahulu.

2. Pui-pui

Baca Juga

Suku Bugis Makassar, Penghasil Wanita Cantik yang Khas

Pui-pui atau Puik-puik merupakan alat musik sejenis terompet khas Sulsel. Alat musik ini terbuat dari bahan kayu dan besi.

Puii-puii memiliki bentuk mengerucut, memanjang dan memiliki lubang-lubang sebagai pengatur nada. Pada bagian pangkal yang terbuat dari logam, diletakan potongan dan lontar sebagai penghasil suara ketika ditiup.

Baca Juga

Mengenal Suku Toraja dan Ciri Khasnya, Ada Upacara Pemakaman Unik

Untuk memainkan alat musik satu ini dibutuhkan keahlian khusus. Jika kita meniupnya secara asal akan menghasilkan suara yang aneh dan bahkan tidak mengeluarkan suara sama sekali.

Alat musik ini biasa digunakan untuk mengiringi berbagai upacara adat dan acara kesenian daerah di Sulawesi Selatan

3. Gandrang Bulo

Gandrang Bulo, adalah salah satu alat musik tradisional suku Makassar yang masih dapat bertahan dan didengarkan saat sekarang. 

Gandrang selain berfungsi sebagai alat pengiring tarian tradisional, juga menjadi penanda diadakannya upacara tradisional, di antaranya upacara pernikahan adat Makassar. 

Alat musik tradisional ini memiliki ukuran yang lebih kecil tetapi memiliki panjang yang lebih dibandingkan dengan kendang Jawa.

Ganrang bulo memiliki dua bagian sisi yang berfungsi sebagai sumber bunyi. Salah satu sisi memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan sisi lain.

Ganrang bulo dimainkan dengan cara dipukul pada sisi yang lebih besar menggunakan alat pukul dan sisi kecil hanya menggunakan tangan layaknya kendang pada umumnya.

4. Talindo

Talindo merupakan alat musik yang terkenal dari Suku Bugis. Alat musik ini memiliki bentuk yang unik.

Alat musik ini terbuat dari bahan kayu dan tempurung kelapa. Talindo memiliki satu buah senar atau dawai pada bagian tengahnya.

Di Makassar, alat musik ini disebut dengan nama Popondi. Alat musik ini dimainkan oleh para petani di sawah ketika melakukan panen.

Para remaja suku Bugis juga sering memainkan alat ini untuk sekedar mengisi waktu luang.

5. Kacaping

Kacaping merupakan alat musik tradisional dari suku Bugis yang dimainkan dengan cara dipetik. Alat musik ini berbentuk menyerupai perahu, karena konon dibuat oleh seorang pelaut. 

Jenis alat musik ini terdiri dari dua komponen utama, yaitu satu komponen berupa batang kecapi dan satu komponen lainnya disebut tali atau senar. 

Untuk batang kecapi dirancang menyerupapai perahu dan umumnya menggunakan kayu yang dapat bertahan lama, seperti halnya yang umum adalah dari kayu cendana atau kayu nangka. Sedangkan untuk senar dibuat dari kawat.

Kacaping dimainkan oleh berbagai kalangan untuk penyambutan tamu dan perkawinan. 

Itulah lima alat musik Sulawesi Selatan yang kini masih digunakan masyarakat setempat bahkan ada yang digunakan untuk acara adat. 

Editor: Candra Setia Budi