Dia berpesan kepada semua pemangku kepentingan agar tidak bosan untuk terus gencar melakukan sosialisasi stunting dan pendampingan kepada masyarakat terkait percepatan penurunan stunting.
"Bukan hanya tim pendamping keluarga, TP-PKK kecamatan dan desa saja yang harus gencar dalam hal pendampingan dan sosialisasi kepada masyarakat tentang stunting, tetapi dinas terkait juga terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat," ungkapnya.
Ia mengajak seluruh pihak agar menjadikan hasil survei SSGI sebagai motivasi untuk bekerja lebih giat lagi.
Dia juga mengingatkan kepada Dinas Kesehatan terkhusus kader posyandu yang merupakan ujung tombak agar lebih teliti dalam melakukan pengukuran tinggi badan terhadap bayi dan balita agar tidak terjadi kesalahan dalam penentuan data stunting dan terjadi penggandaan data.
Dari data stunting yang disajikan EPPBGM per Agustus 2022, persentase stunting tertinggi berada Kecamatan Wasuponda yakni 20,52 persen, Malili 16,16 persen, Towuti 15,88 persen, Burau 9,84 persen, Wotu 3,54 persen, Tomoni Timur 2,85 persen.
Di Kecamatan Tomoni 2,16 persen, Kalaena 2,05 persen, Mangkutana 1,95 persen, Angkona 1,6 dan Nuha 1,13 persen, data ini bersumber dari Elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPBGM) per Agustus 2022.
Sedangkan untuk keluarga berisiko stunting tercatat 8 kecamatan tertinggi yang merupakan lokus stunting tahun 2023 yaitu Kecamatan Towuti berkisar 49,26 persen, Burau 40,7 persen, Nuha 25,45 persen, Malili 20,94 persen, Angkona 18,76 persen, Wotu 18,09 persen, Tomoni Timur 15,86 persen, Mangkutana 11,2 persen, Wasuponda 11,11 persen, Tomoni 10,62 persen, dan Kalaena 9,95 persen.
Editor : Candra Setia Budi
Artikel Terkait