MAKASSAR, iNews.id – Sebanyak 53 terduga teroris yang sebelumnya diamankan resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus ledakan bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, pada Maret lalu. Tujuh di antaranya berjenis kelamin perempuan.
Sebelumnya ada 56 terduga teroris yang ditangkap Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri dibantu Polda Sulsel. Dari hasil pemeriksaan, hanya 53 yang dijadikan tersangka karena terlibat langsung dalam aksi bom bunuh diri oleh pasangan suami istri berinisial L dan YSF.
“Ke-53 tersangka ini terdiri atas 46 orang berjenis kelamin laki-laki sedangkan tujuh di antaranya merupakan perempuan. Mereka sudah ditahan dan diperiksa intensif di Mapolda Sulsel,” kata Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol E Zulpan di Makassar, Rabu (19/5/2021).
Dia mengatakan, ke-53 tersangka ini sebelumnya ditangkap di berbagai lokasi berbeda seperti di Kota Makassar, Kabupaten Maros dan Kabupaten Gowa. Bahkan, beberapa di antaranya juga diamankan di luar Provinsi Sulsel seperti daerah Poso, Sulawesi Tengah dan Merauke, Provinsi Papua.
Selama proses penangkapan yang dilakukan hingga awal Mei ini, terungkap juga bahwa para tersangka mempunyai sejumlah peran berbeda. Sebagian berperan menyiapkan bahan peledak, menyurvei lokasi, hingga memberikan motivasi kepada kedua pasangan pelaku bom bunuh diri.
Selain itu terungkap juga dari 53 tersangka, satu orang diketahui berstatus sebagai pensiunan pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Selama penangkapan ini, tim Densus 88 Mabes Polri menyita sejumlah alat bukti seperti senapan angin. Kemudian, bahan peledak yang 2 kilogram di antaranya telah digunakan oleh pasutri bomber dalam aksinya.
Kabid Humas Polda Sulsel mengatakan, setelah menetapkan 53 terduga teroris sebagai tersangka dalam kasus ledakan bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar pada Maret lalu, tim Densus 88 Mabes Polri bersama Polda Sulsel masih melakukan pendalaman. Tidak tertutup kemungkinan tersangka akan terus bertambah.
"Pasal yang dikenakan kepada para tersangka tentunya Undang-Undang tentang Teroris Nomor 5 Tahun 2018," katanya.
Editor : Maria Christina
Artikel Terkait