Viral Pusaran Angin di Jeneponto, BMKG: Itu Fenomena Waterspout Sebaiknya Dijauhi
MAKASSAR, iNews.id - Beredar video pusaran angin terjadi di perairan Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Jumat (25/6/2021). Fenomena itu membuat panik warga dan nelayan hingga viral di media sosial.
Sebelumnya, warga Jeneponto digegerkan dengan fenomena matahari yang dinilai terbit dari Utara.
Forecaster BMKG Makassar, Agusmin mengatakan, fenomena pusaran angin di perairan Jeneponto disebut waterspout atau belalai air.
"Jadi perlu diluruskan, kejadian itu lebih tepatnya disebut dengan waterspout. Waterspout merupakan fenomena yang hampir sama dengan puting beliung yang membedakan hanya lokasi kejadiannya yaitu di perairan," ujar Forecaster BMKG Makassar, Agusmin saat memberikan keterangan di kantornya, Jumat.
Menurut dia, kejadian itu hampir sama dengan puting beliung, hanya saja kejadian bisa di laut, di danau. Jadi kalau memungkinkan khusus Waterspout itu terbentuknya di perairan.
Menjadi pembentuk adalah awan Cb atau cumulonimbus didukung beberapa faktor adanya perbedaan, tekanan, temperatur suhu dan angin.
"Waterspout biasanya terbentuk karena adanya pertumbuhan awan cumulonimbus di atas perairan yang di dukung perbedaan temperatur, tekanan serta angin sehingga jika memungkinkan, maka akan terbentuklah pusaran angin seperti di video itu," ujarnya.
Namun demikian, tidak selamanya terjadi fenomena tersebut, kecuali tiga unsur tadi dapat memungkinkan terjadinya Waterspout.
Peristiwa ini bisa saja terjadi kembali bila faktor pendukungnya memungkinkan. Pada prinsipnya, itu sama dengan angin puting beliung bila terjadi di daratan, bedanya ini di perairan.
"Tentunya berbahaya. Bila ada kejadian seperti itu sebaiknya dijauhi jangan mendekat apalagi yang beraktivitas di perairan misalnya nelayan dan lainnya. Skalanya mikro, tapi tetap berbahaya," ujarnya.
Mengenai kondisi perubahan cuaca belakangan ini sering terjadi hujan pada siang ataupun sore hari, Agusmin menuturkan, kini sudah masuk musim kemarau di wilayah Sulawesi Selatan dan Barat.
Untuk kejadian seperti itu (Water Spout) memang biasanya tercipta saat peralihan musim kemarau karena terbentuknya awan Cb. Tetapi, musim kemarau belum tentu tidak hujan.
"Bisa saja terjadi hujan, namun ada beberapa syarat yang terpenuhi. BMKG biasanya melihat dari satu dasarian (10 hari). Jika curah hujan di bawah 50 milimeter selama tiga dasarian, dan sudah memenuhi kriteria di bawah 50 milimeter sudah disebut musim kemarau," paparnya.
Berdasarkan imbauan dari BMKG pusat, sudah memasuki musim kemarau. Kendati demikian, menjadi poin penting yaitu musim kemarau belum tentu tidak ada hujan. Bila dikaitkan dengan adanya perubahan iklim, kata dia, terlalu jauh dari kejadian itu.
"Memang perubahan iklim pasti ada, cuma kita bisa rasakan. Misalnya, kita mundur ke beberapa tahun ke belakang, bila bercermin tahun ini pasti ada perubahan. Namun bisa jadi dampak kejadian water spout itu dari perubahan iklim, karena pemanasan dan pasang surut," ujarnya.
Berkaitan seringnya hujan turun, Agusmin menambahkan ada faktor mempengaruhi seperti pertumbuhan massa angin terlambat di Selat Makassar bagian Selatan yang memanjang ke arah barat.
Walaupun begitu, biasanya kejadian tersebut tidak terlalu lama, mengingat BMKG sudah mengeluarkan status musim kemarau sudah berlangsung.
Editor: Kastolani Marzuki