get app
inews
Aa Text
Read Next : Daftar Marga di Maluku, Sejarah dan Identitas Sosial

Sejarah Kerajaan Gowa Tallo, Pernah Dipimpin oleh Raja Dijuluki Ayam Jantan dari Timur

Senin, 25 September 2023 - 15:25:00 WITA
Sejarah Kerajaan Gowa Tallo, Pernah Dipimpin oleh Raja Dijuluki Ayam Jantan dari Timur
Benteng Somba Opu merupakan salah satu peninggalan sejarah Kerajaan Gowa Tallo yang masih ada sampai sekarang. (Foto: gowakab.go.id).

JAKARTA, iNews.id - Sejarah Kerajaan Gowa Tallo menarik untuk diulas. Gowa Tallo merupakan kerajaan bercorak Islam terbesar di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel).

Kerajaan Gowa Tallo berdiri pada abad ke-16, merupakan gabungan dari kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo yang dimiliki oleh dua bersaudara. Pada masa pemerintahan Raja Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi Kallonna, lalu kedua kerajaan ini akhirnya dipersatukan.

Peninggalan sejarah ini menjadi bukti berdirinya kerajaan Islam ini di masa lalu. Kerajaan ini juga dikenal dengan kekuatan militer dan pengaruh yang cukup kuat terutama pada pusat perdagangan terbesar ketika kepemimpinan Sultan Hasanuddin.

Kerajaan Gowa Tallo ini berlokasi di Makassar, Sulsel. Sementara ibu kota kerajaan ini berada di Kota Sungguminasa, Kabupaten Gowa. Kekuasaan Gowa Tallo sangat luas, bukan hanya di Sulawesi saja penyebaran kerajaan ini, tapi juga sampai ke Kalimantan dan Nusa Tenggara. Berikut ini ulasan latar belakang sejarahnya.

Sejarah Kerajaan Gowa Tallo

Kesultanan Gowa atau Kerajaan Gowa-Tallo merupakan salah satu kerajaan besar dan paling berpengaruh di daerah Sulsel pada abad ke-16. Rakyat dari kerajaan ini berasal dari Suku Makassar yang tinggal di ujung selatan dan pesisir barat Sulawesi.

Sebelum menjadi kerajaan bercorak Islam, pada awalnya wilayah Kesultanan Gowa terdapat sembilan komunitas yang dikenal dengan nama Bate Salapang atau Sembilan Bendera. 

Sembilan komunitas tersebut terdiri dari Tombolo, Lakiung, Saumata, Parang-parang, Data, Agangjene, Bisei, Kalili dan Sero.

Dengan berbagai cara mulai dari damai hingga paksaan, sembilan komunitas tersebut membentuk Kerajaan Gowa pada awal abad ke-14. 

Saat itu, masyarakat dan penguasanya masih menganut kepercayaan animisme. Kemudian Tomanurung Bainea diangkat menjadi raja dan mewariskan Kerajaan Gowa kepada putranya, yaitu Tumassalangga. 

Kerajaan Gowa juga pernah terbelah menjadi dua setelah masa pemerintahan Tonatangka Lopi pada abad ke-15. Hal ini disebabkan adanya perang saudara antara dua putra Tonatangka Lopi yakni Batara Gowa dan Karaeng Loe ri Sero yang saling merebutkan takhta. 

Setelah Batara Gowa menang, kemudian Karaeng Loe ri Sero turun ke muara Sungai Tallo dan mendirikan Kerajaan Tallo. Selama bertahun-tahun, dua kerajaan bersaudara ini tidak pernah memiliki hubungan yang baik.

Akhirnya, Raja Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi Kallonna dari Gowa membuat perjanjian dengan Tallo dalam kesepakatan "dua raja tetapi satu rakyat" pada 1565. 

Perjanjian tersebut menyatakan, kedua kerajaan tidak boleh saling melawan. Setelah bersatu kembali, kerajaan ini disebut Kerajaan Gowa-Tallo atau Kerajaan Makassar dengan sistem pembagian kekuasaan.

Kedua kerajaan akhirnya bersatu dengan kesepakatan dua raja yaitu seorang raja yang berasal dari garis keturunan Gowa dan perdana menteri berasal dari garis Tallo.

Kerajaan Gowa-Tallo atau Kerajaan Makassar ini memeluk agama Islam pada 1605, setelah Sultan Alauddin I (I Mangarangi Daeng Manrabbia) naik takhta untuk memimpin kerajaan. 

Sejak itu, kerajaan ini disebut sebagai Kesultanan Gowa-Tallo atau Kesultanan Makassar.

Masa Kejayaaan Kerajaan Gowa Tallo 

Kerajaan Gowa Tallo mencapai puncak kejayaannya saat berada di masa kepemimpinan Sultan Alauddin I dan Sultan Hasanuddin ( I Mallombasi Daeng Mattawang), di mana Raja Gowa ke-16 ini berhasil memajukan pendidikan dan kebudayaan Gowa Tallo. 

Bahkan dia memiliki gelar pahlawan nasional dengan julukan, Ayam Jantan dari Timur  yang berarti tak mudah terpengaruh oleh bangsa asing.

Sosok Sultan Hasanuddin terkenal dengan keberaniannya yang menentang keras kehadiran VOC dalam perang Makassar (1666-1669), saat itu VOC menguasai sebagian kerajaan-kerajaan kecil yang berada di Sulawesi.

Kerajaan Gowa Tallo juga menjadi salah satu pusat perdagangan terbesar di Indonesia bagian timur, di mana banyak saudagar muslim dari berbagai wilayah datang ke Gowa untuk berdagang. Sementara itu, Kerajaan Gowa sebagian masyarakatnya juga berprofesi sebagai nelayan.

Masa Kemunduran Kerajaan Gowa Tallo

Adanya kebebasan berdagang di laut lepas menjadi garis kebijakan Kerajaan Gowa Tallo pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin 1651-1670. Namun, VOC menentang hak tersebut dan menimbulkan perseteruan yang membuat Sultan Hasanuddin menyerang posisi Belanda di Buton. 

Peperangan terus terjadi antara Kerajaan Gowa dengan VOC yang membuat kerugian cukup besar dari kedua belah pihak.

Perlawanan sengit yang terus dilakukan oleh Sultan Hasanuddin dan Karaeng Pattingalloang terhadap VOC. Pada akhirnya mereka harus menyerah setelah VOC berhasil merebut benteng utama Kesultanan Gowa-Tallo di Somba Opu pada 1669. 

Sultan Hasanuddin akhirnya menandatangani Perjanjian Bongaya pada 1667 untuk mengakui kedaulatan VOC atas Maluku dan sebagian besar wilayah yang berada di Kesultanan Gowa-Tallo.

Sultan Hasanuddin mulai kehilangan pengaruhnya di Sulawesi dan turun Tahta serta mengundurkan diri dari kerajaan. Hal ini disebabkan karena Perjanjian Bongaya yang menjadi runtuhnya Kesultanan Gowa Tallo.

Pada 1905, Kesultanan Gowa-Tallo resmi dihapuskan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda dan diganti dengan pemerintahan sipil.

Selain itu, Kerajaan Gowa Tallo atau Kesultanan Makassar mulai mengalami transisi kepemimpinan. Saat dipimpin oleh Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin, kesultanan ini resmi menjadi bagian dari Republik Indonesia.

Peninggalan Kerajaan Gowa Tallo

1. Benteng Somba Opu

Benteng utama Kesultanan Gowa-Tallo ini dibangun pada abad ke-16. Terletak di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Benteng ini sempat hancur akibat adanya serangan VOC, kemudian direkonstruksi pada 1990-an.

2. Makam Sultan Hasanuddin

Makam ini merupakan makam dari sultan terbesar Kesultanan Gowa-Tallo yang berperang melawan VOC. 

Makam ini terletak di Kompleks Taman Makam Pahlawan Sultan Hasanuddin di Kabupaten Gowa, Sulsel.

3. Museum Balla Lompoa

Meerupakan museum yang menyimpan berbagai koleksi peninggalan dari Kesultanan Gowa-Tallo, seperti pakaian adat, senjata, perhiasan dan lain-lain. Lokasinya terletak di Kabupaten Gowa, Sulsel.

4, Masjid Katangka

Merupakan masjid tertua yang ada di Sulsel dan dibangun pada 1603 oleh Sultan Alauddin I. Masjid ini terletak di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

5. Istana Tamalate

Istana Tamalate ini menjadi jejak peninggalan dari kejayaan Kesultanan Gowa yang juga berlokasi di Kota Sungguminasa.

6. Benteng Fort Rotterdam

Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang merupakan bekas markas pasukan katak Kerajaan Gowa Tallo yang setelah Perjanjian Bongaya menjadi milik Belanda.

Demikian ulasan mengenai sejarah Kerajaan Gowa Tallo pada masa kepemimpinan Sultan Hasanuddin. Semoga informasi ini bermanfaat.

Editor: Kurnia Illahi

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut