5 Mitos Suku Bugis, Nomor 4 Diyakini Bisa Jadi Jomblo Akut
                
            
                JAKARTA, iNews.id - Mitos Suku Bugis hingga kini masih banyak dipercaya masyarakat terutama yang mendiami wilayah Sulawesi dan Kalimantan.
Dilansir dari wajokab.go.id, Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku-suku Deutero Melayu. Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan. Kata "Bugis" berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan "ugi" merujuk pada raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi.
                                    Mata Pencaharian masyarakat Bugis tersebar di dataran rendah yang subur dan pesisir, maka kebanyakan dari masyarakat Bugis hidup sebagai petani dan nelayan.
Mata pencaharian lain yang diminati orang Bugis adalah pedagang. Selain itu masyarakat Bugis juga mengisi birokrasi pemerintahan dan menekuni bidang pendidikan.
                                    Dalam keseharian masyarakat Suku Bugis masih percaya terhadap mitos. Mereka masih menjaga kebiasaan leluhurnya untuk menjaga tutur kata dan tidak berbuat pamali atau pemmali.
Pamali dalam arti adalah larangan-larangan yang tidak seharusnya dilakukan seseorang menurut kepercayaan adat istiadat mereka. Pamali ini sudah diturunkan sejak dahulu oleh petuah terdahulu, baik ucapan maupun perbuatan yang dilakukan.
Dilansir dari unismuh.ac.id, bagi masyarakat Bugis, budaya Pemmali merupakan aturan tak tertulis namun sifatnya mengikat. Budaya pemmali sudah diperkenalkan kepada anak sebelum ia menginjakkan kaki di dunia pendidikan formal. Tujuan Pemmali lebih pada penanaman budi pekerti atau akhlakul karimah dalam perspektif budaya.
Mitos Suku Bugis pertama yakni larangan duduk di atas bantal. Bagi Suku Bugis, duduk di atas bantal ini memiliki mitos bisa menyebabkan bisulan. Namun jika ditelaah lebih dalam lagi, larangan duduk di atas bantal ini muncul supaya bantal tidak rusak akibat digunakan tidak seperti fungsinya.
Kemungkinan yang lainnya adalah bantal tersebut dalam keadaan kotor dan tidak higienis, dalam keadaan tersebut bisa saja mempengaruhi pada kesehatan orang yang menduduki bantal tersebut.
Mitos Suku Bugis berikutnya yakni larangan menyebut Balawo dan Buaja. Dalam bahasa Bugis, Balawo artinya adalah tikus sedangkan Buaja adalah buaya.
Dua nama binatang tersebut sangat pantang bagi masyarakat Bugis untuk menyebutnya karena dipercaya akan membawa kesusahan serta kerugian.

Masyarakat bugis dilarang menyebut kata Buaja karena dipercayai bahwa binatang tersebut akan marah besar dan akan memakan korban jiwa. Sedangkan jika masyarakat Bugis menyebut kata Balawo dipercaya akan mendapatkan kerugian besar bagi yang memiliki lahan pertanian dan akan panen akibat diserang oleh hama tikus.
Menopang dagu merupakan salah satu mitos Suku Bugis. Mungkin bagi masyarakat luar akan merasa aneh mendengarnya, tetapi bagi masyarakat Bugis meyakini bahwa “pemmali mattula bangi tauwe nasabaq macilakai” yang memiliki arti dilarang menopang dagu karena hal tersebut bisa membuat diri menjadi sial dan tidak akan beruntung.
Mitos Suku Bugis lainnya yakni larangan bagi anak gadis bangun tidur siang hari. Selain menandakan anak yang malas sehingga pekerjaan yang hendak dilakukan oleh gadis tersebut menjadi terbengkalai dan tidak terselesaikan.

Juga untuk masalah percintaan, gadis yang bangunnya siang dipercaya akan membuat rezeki jodohnya akan menjauh. Sebab, gadis yang malas pasti akan diabaikan oleh laki-laki karena pasti laki-laki akan memilih wanita yang bisa mengurus kebutuhan keluarganya dengan baik.
Mitos Suku Bugis berikutnya seorang gadis dilarang menyanyi ketika sedang di dapur. Alasan mengapa gadis tidak boleh menyanyi pada saat di dapur adalah kelak mereka akan mendapatkan jodoh laki-laki yang sudah tua.

Namun, ada makna lain dari larangan atau mitos ini adalah untuk menjaga agar air liur tidak jatuh kedalam masakan pada saat masak sambil menyanyi.
Itulah 5 mitos suku Bugis yang masih banyak dipercaya oleh masyarakat sekitar.
Editor: Kastolani Marzuki