Minta Uang ke Orang Parpol untuk Ongkos, Anggota KPU Jeneponto Dipecat DKPP
JAKARTA, iNews.id – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memecat anggota KPU Kabupaten Jeneponto, Ekawaty Dewi dalam sidang yang digelar di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Rabu (3/11/2021). Ekawaty disebut telah meminta uang ke orang parpol saat Pemilu 2019 lalu.
Ketua Majelis Teguh Prasetyo ketika membacakan amar putusan mengatakan, sikap dan tindakan Ekawaty dianggap terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu Ekawaty Dewi selaku Anggota KPU Kabupaten Jeneponto terhitung sejak putusan ini dibacakan," kata Teguh Prasetyo, dikutip dari situs DKPP.
Ekawaty Dewi menjadi teradu dalam perkara nomor 168-PKE-DKPP/X/2021. Dia diadukan oleh mantan Caleg DPRD Sulawesi Selatan (Sulsel), Puspa Dewi Wijayanti.
Dalam pokok aduannya, Puspa menyebut ada dugaan tindakan tercela yang dilakukan oleh Ekawaty. Puspa mengungkapkan, Ekawaty telah meminta sejumlah uang kepadanya saat Pemilu 2019 lalu. Singkatnya, Puspa mendalilkan Ekawaty telah melakukan tindakan tercela di luar tugas dan wewenangnya sebagai penyelenggara pemilu pada Pemilu 2019 lalu.
Meskipun Ekawaty membantah dengan dalih pinjaman dalam sidang pemeriksaan, terungkap fakta Puspa memang sempat memberikan uang kepada Ekawaty. Puspa juga menyertakan alat bukti berupa rekaman suara berisi percakapan antara dirinya dengan Ekawaty.
Dalam rekaman tersebut, Ekawaty diketahui meminta uang sebanyak Rp500.000 untuk ongkos anaknya kepada Puspa. Ekawaty berdalih bahwa dirinya hanya meminjam uang kepada Puspa karena kedekatan yang sudah terjalin di antara keduanya. Menurutnya, Puspa sudah dianggap seperti saudaranya sendiri.
Dalam persidangan juga terungkap bahwa Ekawaty pernah menginap sekamar dengan Puspa di hotel saat kegiatan rapat evaluasi yang diadakan KPU Kabupaten Jeneponto pada September 2018.
DKPP berpendapat, teradu terbukti kerap menjalin komunikasi dengan pengadu sebagai peserta pemilu. Fakta rangkaian percakapan yang dibuktikan dengan rekaman suara menunjukan bahwa teradu tidak bisa menjaga profesionalitas sebagai penyelenggara pemilu.
"Meskipun pengadu tidak dapat menunjukkan bukti transfer dengan alasan menggunakan kartu ATM orang lain dan alasan struk yang sudah pudar tak terbaca serta terdapat perbedaan pendapat antara Pengadu dan Teradu terkait rekaman percakapan telepon yang menurut Teradu bukan meminta uang melainkan meminjam uang, DKPP menilai perbuatan Teradu tidak dapat dibenarkan menurut hukum dan etika,” ucap Anggota Majelis, Didik Supriyanto, saat membacakan pertimbangan putusan.
Didik menambahkan, rekaman suara yang disampaikan oleh Puspa juga telah menunjukkan tindakan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan Ekawaty. Demikian halnya dengan fakta yang menunjukkan Ekawaty dan Puspa menginap di kamar yang sama saat kegiatan rapat evaluasi yang dilaksanakan KPU Kabupaten Jeneponto.
"Sekalipun dengan dalih terbatasnya kamar, perbuatan Ekawaty tidak dapat dibenarkan. Semestinya teradu memahami kedudukannya sebagai Anggota KPU Kabupaten Jeneponto wajib bersikap netral dan mandiri serta berintegritas tinggi untuk menjaga kepercayaan publik," kata Didik.
Sikap dan tindakan Ekawaty pun dianggap telah terbukti secara nyata mencederai kepercayaan publik terhadap kehormatan serta martabat Penyelenggara Pemilu. Dia terbukti melanggar Pasal 3, Pasal 8 huruf a, huruf d, huruf g, huruf j dan huruf l, Pasal 10 huruf a dan Pasal 15 huruf a Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
Editor: Maria Christina