Diduga Korupsi, Adik Kandung Mentan Syahrul Yasin Limpo Ditahan Kejati Sulsel

MAKASSAR, iNews.id - Dua mantan direksi Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) ditetapkan menjadi tersangka dugaan korupsi. Mereka yakni Direktur Utama Haris Yasin Limpo (HYL) dan Direktur Keuangan Irawan Abadi (IA).
Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Sulsel Yudi Triadi mengatakan, usai ditetapkan sebagai tersangka, keduanya langsung ditahan di Lapas Kelas I Makassar.
"Terhadap tersangka HYL dan IA dilakukan penahanan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejati Sulsel selama 20 hari ke depan terhitung mulai hari ini," kata Yudi Triadi, Selasa (11/4/2023).
Dia menambahkan, penetapan status tersangka kepada keduanya dilakukan setelah jaksa penyidik mendapatkan dua alat bukti yang sah, salah satunya keluarnya penghitungan kerugian keuangan negara dari BPKP sebagaimana yang diatur dalam pasal 184 ayat (1) KUHPidana.
Mengingat, keduanya semula berstatus saksi dan kini tersangka dalam perkara tindak pidana korupsi penggunaan dana PDAM untuk pembayaran tantiem (keuntungan) dan bonus/jasa produksi dari tahun 2017 sampai tahun 2019.
Lebih lanjut Yudi mengatakan, kasus ini berawal ketika 2016-2019 PDAM Kota Makassar mendapatkan laba. Untuk penggunaan laba tersebut, mekanismenya dilakukan rapat direksi yang disetujui oleh Dewan Pengawas (Dewas) kemudian ditetapkan wali kota termasuk pembagian laba dirapatkan Direksi dan Dewas dan dicatat dalam notulensi rapat.
Namun faktanya, kata dia,dari kurun tahun 2016 sampai tahun 2018 tidak pernah dilakukan pembahasan ataupun rapat direksi penetapan penggunaan laba dan pembagian laba serta tidak dilakukan notulensi, sehingga tidak terdapat risalah rapat. Pengambilan keputusan itu hanya direksi berdasarkan rapat per bidang. Mengenai tentang keuangan, maka pembahasan hanya dari Direktur Utama dan Direktur Keuangan PDAM Kota Makassar.
Walaupun telah memperoleh laba, lanjut Yudi, seharusnya direksi memperhatikan adanya kerugian sejak PDAM berdiri, sebelum mengusulkan menggunakan laba tersebut.
Sehingga tersangka tidak mengindahkan aturan Permendagri nomor 2 tahun 2007 tentang Organ dan Kepegawaian PDAM, Perda nomor 6 tahun 1974 dan PP 54 tahun 2017. Tersangka beranggapan kegiatan tahun berjalan telah memperoleh keuntungan, maka akumulasi kerugian masa lalu bukan menjadi tanggungjawabnya, melainkan direksi sebelumnya.
Selain itu, terdapat perbedaan besaran penggunaan laba pada Perda dan PP khususnya untuk pembagian tantiem. Untuk Direksi 5 persen, bonus pegawai 10 persen. Sedangkan aturan dalam PP 54 pembagian tantiem dan bonus hanya 5 persen, sehingga aturan tersebut tidak digunakan untuk pembayaran penggunaan laba.
Sementara itu, ada juga penyimpangan premi asuransi dwiguna jabatan wali kota dan wakil wali kota sejak 2016-2019 oleh tersangka HYL. HYL merupakan mantan Direktur Utama periode 2015-2019 juga diketahui adik kandung Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
"Begitu pula dengan premi asuransi dwiguna jabatan wali kota dan wakil wali kota pada asuransi sebagai pemilik modal mesti diberikan berdasarkan perjanjian kerja sama PDAM Kota Makassar melalui asuransi AJB Bumiputera," katanya.
Tetapi, lanjut Yudi, tersangka berpendapat lain tanpa memperhatikan aturan, bahwa pemilik modal tidak dapat diberikan asuransi, karena yang wajib diikutsertakan hanya pegawai BUMD untuk jaminan kesehatan, hari tua dan jaminan sosial lainnya.
"Dari penyimpangan yang terjadi pada penggunaan laba untuk pembagian tantiem dan bonus jasa produksi serta premi asuransi dwiguna mengakibatkan kerugian keuangan daerah Kota Makassar khususnya PDAM senilai total Rp20,3 miliar lebih," katanya.
Atas perbuatannya, kedua pelaku yang disangkakan yakni pasal 2 ayat (1) Juncto pasal 18 Undang-undang RI nomor 31 tahun 1999 sebagaimana perubahan Undang-undang RI nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP, juncto pasal 64 ayat (1) KUHPidana dengan ancaman pidana paling lama 20 tahun penjara.
Editor: Nur Ichsan Yuniarto