Biografi Opu Daeng Risadju, Pahlawan Nasional Perempuan asal Sulawesi Selatan
JAKARTA, iNews.id - Biografi Opu Daeng Risadju, sosok perempuan pejuang asal Sulawesi Selatan ini menarik disimak. Opu Daeng Risadju memiliki nama kecil yaitu Famajjah.
Nama Opu Daeng Risaju merupakan gelar kebangsawanan Kerajaan Luwu. Kisah hidup dan perjuangannya sangat menarik untuk diketahui dan bisa menjadi motivasi bagi perempuan Indonesia.
Dia lahir pada 1880 di Palopo, Sulawesi Selatan yang merupakan putri pasangan Opu Daeng Mawellu dengan Muhammad Abdullah to Barengseng. Famajjah menikah dengan Haji Muhammad Daud.
Keluarganya dianggap sebagai bangsawan, seperti orang Islam pada masanya. Famajjah belajar tentang ilmu agama dan budaya tanpa sekolah formal.
Dia banyak belajar tentang Alquran, fiqh, nahwu, shorof dan balaghah. Sebagai orang yang hidup di lingkungan bangsawan, dia juga belajar nilai-nilai moral dan tingkah laku.
Pada 1927 di Pare-Pare, Famajjah masuk menjadi anggota SI Cabang Pare-Pare bersama suaminya. Famajjah memulai karier sebagai organisator politik dengan menjadi sebuah anggota Departemen Pare-Pare dari PSII (Persaudaraan Islam Indonesia).
Setelah dilantik menjadi anggota, pada 14 Januari 1930 Famajjah terpilih menjadi kepala distrik PSII Luwu. Peresmian ini dibentuk melalui suatu rapat akbar yang bertempat di Pasar Lama Palopo.
Rapat ini dihadiri aparat pemerintah Kerajaan Luwu, pengurus PSSI pusat, pemuka masyarakat dan masyarakat umumnya. Pengurus PSII pusat pada saat itu Kartosuwiryo. Selama di Palopo, Kartosuwiryo menginap di rumah Opu Daeng Risadju.
Opu Daeng Siraju merekrut anggota PSII di masyarakat yang dilakukan dengan cara menyebarkan kartu anggota bertuliskan lafadz “Asyhadu Alla Ilaha Illallah”.
Dengan menggunakan kartu tersebut, aspek ideologi tertanam dalam diri anggota. Karena hal tersebut, perjuangan PSII yang dilakukan Opu Daeng Risadju mendapat dukungan sangat besar dari rakyat.
Karena dukungan rakyat yang sangat besar, Belanda menahan Famajjah supaya tidak melanjutkan perjuangannya di PSII. Belanda bekerja sama dengan controleur afdeling Masamba dan menganggap Famajjah menghasut rakyat dan melakukan tindakan provokatif agar rakyat tidak lagi percaya kepada pemerintah.
Opu Daeng Risadju diadili dan dicabut gelar kebangsawanannya. Setelah berbagai ancaman dari Belanda agar menghentikan kegiatannya di PSII, dia akhirnya dipenjara selama 14 bulan pada tahun 1934.
Pada masa revolusi, Opu Daeng Risadju kembali aktif bersama pemuda Sulawesi Selatan berjuang melawan NICA yang kembali menjajah Indonesia. Karena aksinya tersebut, dia menjadi buronan nomor satu selama NICA di Sulawesi Selatan. Dia pun akhirnya tertangkap di Lamtoro dan dibawa ke Watampone dengan berjalan kaki sepanjang 40 km.
Penyiksaan yang dilakukan Belanda dan Ketua Distrik Bajo (Ludo Kalapita) membuat Opu Daeng Risaju menjadi tuli seumur hidup. Dia ditahan di penjara Bone selama 1 bulan tanpa diadili, kemudian dipindahkan ke penjara Sengkan, lalu pindah lagi ke Bajo.
Setelah 11 bulan menjalani tahanan, Famajjah kemudian dibebaskan tanpa diadili. Famajjah kembali ke Bua dan menetap di Belopa. Pada 1949, Famajjah pindah ke Pare-Pare bersama anaknya Haji Abdul Kadir Daud.
Pada 10 Februari 1964, Opu Daeng Risaju wafat dalam usia 84 tahun. Pemakamannya dilakukan di kuburan Raja-Raja Lokkoe di Palopo tanpa adanya upacara kehormatan.
Itulah Biografi Opu Daeng Risadju, sang sosok pejuang perempuan sekaligus pahlawan nasional asal Sulawesi Selatan.
Editor: Donald Karouw