MAKASSAR, iNews.id – Langkah hukum ditempuh pasangan Mohammad Ramdhan ‘Danny’ Pomanto-Indira Mulyasari Paramastuti (DIAmi) atas keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Makassar mendiskualifikasikannya. Keputusan itu diambil untuk mempertahankan substansi dari proses demokrasi ajang Pilwalkot Makassar.
"Benar kami telah mengajukan permohonan sengketa administasi pemilihan di MA. Bukti berkas tanda terima pendaftarannya juga sudah kami terima dari Kasubdit Berkas Perkara PK.TUN per tanggal 2 Mei 2018 yang ditanda tangani oleh Dit Pratalak TUN, Priyono Anggaraito," kata salah satu Tim Hukum DIAmi, Ansar Makkuasa, Rabu (2/5/2018).
Dia mengatakan, upaya hukum yang ditempuh terkait pembatalan paslon DIAmi oleh KPU Makassar. Menurut dia, keputusan itu sangat keliru.
"Jadi setelah dicermati, kemudian dikaji, kami menemukan kekeliruan atas putusan KPU Makassar. Selain itu, upaya hukum di MA ini juga berdasarkan Pasal 135A Ayat 6 Nomor 10 Tahun 2016. Jadi alat pendukung pengajuannya sudah memenuhi unsur dan diterima," kata Ansar.
Dia melanjutkan, upaya hukum itu berdasarkan kewenangan MA, sesuai dengan Pasal 135A Ayat (6) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
"Pasangan calon yang dikenai sanksi administrasi pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat mengajukan upaya hukum ke Mahkamah Agung dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja, terhitung sejak keputusan KPU provinsi atau KPU kabupaten/ Kota ditetapkan,” ucapnya mengutip bunyi pasal tersebut.
Diketahui, Tim Hukum DIAmi menemukan beberapa alasan kekeliruan atas SK KPU Makassar. Ada dua substansi untuk ditanggapi.
Pertama, SK KPU Makassar telah cacat substansi mengingat keputusan tersebut telah keliru dan salah mengartikan alasan pembatalan dengan menggunakan frasa Tidak Memenuhi Syarat (TMS), sebagaimana tertuang dalam pertimbangan keputusannya.
SK KPU tersebut bernomor 64/P.KWK/HK.03.1-Kpt/7371/KPU-Kot/IV/2018 tentang Penetapan Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota pada Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar Tahun 2018.
"Jika dikatakan TMS, maka ini juga tidak benar, karena dalam penetapan paslon DIAmi, tidak ada yang mempermasalahkan baik oleh Panwas Kota Makassar, paslon Appi-Cicu, serta KPU Makassar. Nanti setelah ditetapkan oleh KPU Kota Makassar barulah dipermasalahkan," kata Ketua Tim hukum DIAmi, Adnan Buyung Azis, Senin (1/5/2018).
Dia menegaskan, KPU Makassar telah terjebak dengan mengikuti putusan MA yang jelas-jelas keliru secara prosedural. Oleh karena perkara yang dipersoalkan pihak paslon Munafri Arifuddin-Andi Rahmatika Dewi (Appi-Cicu) menyangkut pelanggaran yang diajukan dengan menggunakan sistem sengketa tata usaha pemilihan.
Sementara persoalan (pelanggaran) yang disengketakan oleh pihak Appi-Cicu, masuk pada wilayah sistem sengketa administrasi pemilihan yang merupakan domain dari MA bukan PTTUN, pascakeluarnya putusan dari Panwaslu Kota Makassar.
Dia menjelaskan, proses sengketa tata usaha pemilihan dan sengketa administrasi pemilihan, keduanya memiliki output yang berbeda. Output dari sengketa tata usaha pemilihan adalah pembatalan penetapan paslon yang berkaitaan dengan tidak terpenuhinya syarat dan persyaratan bakal calon. Sementara output dari sistem administrasi pelanggaran pemilihan adalah pembatalan paslon yang melakukan pelanggaran-pelangaran sebagaimana diatur dalam UU Pilkada.
Adnan Buyung memperjelas, KPU Makassar tidak cermat dan membaca putusan Mahkamah Agung RI No.250 K/TUN/PILKADA/2018, di mana pertimbangan MA dalam perkara a quo jelas salah dalam menyebut nama Danny Pomanto.
Dalam identitas KTP dan KK, nama yang benar adalah Mohammad Ramdhan Pomanto, namun dalam putusan tertulis Mohammad Ramadhan Pomanto.
"Secara hukum penulisan nama tersebut adalah kekeliruan secara fundamental karena jelas dalam putusan tersebut bukan Mohammad Ramdhan Pomanto yang dimaksud, tetapi nama lain, sehingga secara hukum dapat dikatakan error in persona. Dengan kata lain yang dimaksud Mohammad Ramadhan Pomanto belum tentu Mohammad Ramdhan Pomanto (Danny Pomanto) dan memungkinkan konsekuensi dari putusan Mahkamah Agung adalah tidak dapat dieksekusi (non excekutable)," kata Adnan.
Atas ketidakcermatan tersebut, kepentingan hukum Danny Pomanto sangat dirugikan. Di sisi lain KPU Makassar juga tidak mampu berbuat apa-apa dalam hal tersebut, termasuk meminta klarifikasi atas putusan Mahkamah Agung RI No 250 K/TUN/PILKADA/2018 .
"Atas dasar itu, kami mengajukan perlawanan ke Mahkamah Agung agar Hakim MA dapat meluruskan, dan mengoreksi terhadap pertimbangan yang keliru, yang menyebabkan munculnya surat keputusan KPU Kota Makassar. Dengan alasan itu, tim hukum DIAmi bermohon dalam permohonan di MA untuk membatalkan SK KPU Kota Makassar," tutur Adnan.
Editor : Donald Karouw
Artikel Terkait