MAKASSAR, iNews.id – Sepanjang 2021, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menyelesaikan 24 perkara lewat pendekatan mediasi secara kekeluargaan atau restorative justice.
Pendekatan ini mengikuti amanat dari Jaksa Agung ST Burhanuddin. Hal itu disampaikan Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulsel, Idil.
"Sepanjang tahun 2021 itu ada sebanyak 24 kasus pidana tertentu yang masuk klasifikasi restorative justice, kami laksanakan penyelesaiannya," kata Idil.
Menurut Idil, restorative justice ini menjadi terobosan hukum yang telah mendapatkan apresiasi dari banyak kalangan, baik praktisi, akademisi dan politisi dan masyarakat.
Lewat restorative justice, penyelesaian perkara tindak pidana yang yang tadinya berfokus pada pemidanaan, diganti menjadi proses dialog dan mediasi.
Mediasi melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait. Dengan mediasi, semua bersama-sama menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang adil dan seimbang bagi korban maupun pelaku.
Pendekatan ini juga mengedepankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan mengembalikan pola hubungan baik dalam masyarakat.
Salah satu pemulihan kepada korban yang menderita akibat kejahatan adalah dengan memberikan ganti rugi kepada korban atau perdamaian. Pelaku juga terikat dengan kesepakatan-kesepakatan lainnya.
"Selain itu hukum yang adil di dalam keadilan restoratif tentunya tidak berat sebelah, tidak memihak, tidak sewenang-wenang dan hanya berpihak pada kebenaran sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku serta mempertimbangkan kesetaraan hak kompensasi dan keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan," ujar Idil.
Menurut Idil, sejauh ini di Kejaksaan Tinggi Sulsel ada beberapa perkara khususnya pidana ringan yang diselesaikan secara restorative justice. Mayoritas adalah perkara kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT.
"Yang mendominasi dari penerapan restorative justice di Kejati Sulsel adalah perkara 351 KUHP penganiayaan dan KDRT," kata Idil.
Penerapan keadilan restoratif disebut tidak dilakukan sembarangan. Pendekatan ini harus memenuhi kriteria termasuk di antaranya hanya dilakukan untuk perkara dengan ancaman pidana di bawah 5 tahun.
Editor : Reza Fajri
Artikel Terkait