Sejarah Maudu Lampoa, tradisi Maulid Nabi Muhammad SAW di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. (Foto: Dok. Sindonews).

JAKARTA, iNews.id - Sejarah Maudu Lampoa, tradisi Maulid Nabi Muhammad SAW di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Tradisi tersebut hingga kini masih dilestarikan masyarakat setempat.

Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia, memiliki banyak sekali tradisi-tradisi yang bersifat keagamaan, khususnya Islam.

Setiap daerah di Indonesia memiliki tradisinya masing-masing. Salah satunya, tradisi di Kabupaten Takalar. Maudu Lompoa, yaitu tradisi yang dilakukan masyarakat Takalar sebagai puncak perayaan dari peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. 

Sejarah Maudu Lompoa, tradisi Maulid Nabi Muhammad SAW di Kabupaten Takalar, tepatnya di Desa Cikoang, Kecamatan Mangarabombang Kabupaten Takalar. 

Bagi masyarakatnya, tradisi ini salah satu konsep untuk mewujudkan keselarasan dan keharmonisan hidup terlihat dalam konsep ritual dan kesucian rasa dan akhlak yang terdapat dalam kebudayaan dan tradisi Maudu Lompoa.

Secara etimologis, Maudu Lompoa terdiri dari dua kata, yakni Maudu yang berarti Maulid dan Lompoa berarti besar. Jadi Maudu Lompoa, yaitu upacara perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW secara besar-besaran oleh masyarakat di Desa Cikoang Kabupaten Takalar. 

Sejarah awal munculnya Maudu Lompoa dimulai ketika datangnya seorang ulama besar dari Aceh yang datang ke Cikoang untuk menyebarkan agama Islam. Pemahaman masyarakat setempat berkembang dan berbeda sesuai dengan cerita yang diberikan oleh orang tuanya. 

Ulama besar itu bernama Syekh Jalaluddin yang pernah menuntut ilmu di Baghdad. Beliau diperkirakan tiba di Cikoang pada 1629 Masehi. Saat itu dia tiba di sebelah Cikoang Balanda, membawa sembilan kitab termasuk kitab Maulid ‘Aqidatul Anwal’.

Masyarakat Cikoang saat itu sangat mengagumi atas pola kehidupan Syekh Jalaluddin yang sederhana karena saat itu pemahaman masyarakat sangatlah kecil dan minim akan ajaran Islam dari segi akidah maupun syariat. 

Pengajaran pertama yang dilakukan mengenai dasar akidah dan syariat yang diterapkan di kehidupan sehari-hari sebagai makhluk yang bertaqwa dan beriman. 

Syekh Jalaluddin juga mengajarkan mengenai kegiatan maulid, dia mengajarkan maulid tepat tiga hari sebelum wafat. Tradisi Maudu kemudian pertama kali dilaksanakan pada 1963. 

Tempat pertama kali diadakannya tradisi maudu' ini di Masjid Nurul Ilmi yang sekarang dikenal oleh masyarakat setempat

Pelaksanaan Tradisi Maudu Lompoa

Perayaan ini dipusatkan di sekitar Sungai Cikoang di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Maudu Lompoa menjadi  bukti bahwa dua unsur yang berbeda, yakni agama dan budaya lokal, bisa bersatu membentuk sebuah tradisi yang diwariskan secara turun temurun.

Tradisi ini selalu diadakan tiap tahun tepatnya pada 29 Rabiul Awal atau akhir bulan Rabiul Awal yang menjadi puncak peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. 

Maudu Lompoa  memerlukan waktu persiapan selama 40 hari. Tradisi Jene-jene Sappara atau mandi di bulan Safar menurut penanggalan  Hijriyah yang dipimpin oleh para tetua adat merupakan acara yang pertama. Selain itu, ayam kampung yang akan disajikan pada puncak acara juga mulai dikurung.

Kemudian pada tahap pelaksanaan upacara maudu lompoa di setiap warga terlibat di dalamnya dan sudah mulai aktif dalam beberapa kegiatan. 

Warga mulai melakukan pengisian bakul yang dilakukan oleh pria dan wanita yang bersih dari najis dan hadas. Kemudian dilakukan pengantaran bahan keperluan maudu di detik-detik 
penyelenggaraan upacara, yakni pada pagi hari atau ada juga pada hari jum’at dengan beberapa rangkaian kegiatan acara. Semua keluarga yang bersangkutan mengantarkan ke tempat yang telah ditentukan. 

Upacara maudu lompoa mempunyai kesan dan pengaruh batin yang luar biasa. Ketika berlangsung acara, tidak seorangpun yang bubar meski di tengah sengatan terik matahari atau guyuran hujan, kecuali pengunjung dari luar. Mereka menganggap panas matahari atau hujan merupakan rahmat Allah SWT. 

Keunikan Tradisi Maudu Lompoa

Keunikan dari tradisi Maudu Lompoa terletak pada julung-julung atau kapal kayu yang dihias sedemikian rupa menggunakan kain warna-warni. Kapal-kapal inilah yang menjadi simbol masuknya Islam khususnya di Takalar. 

Di dalam kapal-kapal itu terdapat berbagai macam bahan pokok mulai dari telur yang juga diwarnai berbagai macam warna, serta hasil bumi dari wilayah sekitar Kabupaten Takalar. 

Selain telur dan hasil bumi, Julung-julung juga diisi dengan perlengkapan sehari-hari seperti pakaian, celana, sampai perlengkapan mandi seperti pasta gigi dan sabun. 

Semua hiasan yang terdapat di dalam julung-julung merupakan sebuah simbolisasi bahwa ajaran Islam masuk ke wilayah Cikoang dibawa oleh para pedagang.

Nilai Islam yang Terkandung Dalam Tradisi Maudu Lompoa

Nilai Ibadah

Dalam Maulid tentu banyak sekali rangkain ibadah di dalamnya, ini menjadi salah satu syiar dan ibadah guna meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Di dalam kegiatannya dilakukan dengan ibadah, seperti membaca Al-quran, selawat, zikir bersama, doa bersama dan ceramah agama. 

Prosesi perayaan Maulid yang setiap tahunnya diadakan tidak hanya sekadar perayaan, tetapi juga bernilai ibadah, dalam rangka mensyukuri rahmat Allah SWT dan menunjukkan kecintaan kita terhadap Rasulullah. 

Nilai Sosial

Nilai sosial yang didapatkan masyarakat dalam perayaan tradisi Maulid Nabi ini, seperti budaya gotong royong, memuliakan dan memberi jamuan-jamuan makanan para tamu, khusus kepada fakir dan miskin. 

Memperkuat tali persaudaraan umat Islam dalam prosesi perayaan Maulid. Dan bertanggung jawab dalam undangan menghadiri prosesi perayaan maulid Nabi SAW.

Demikianlah informasi mengenai sejarah Maudu Lompoa, tradisi Maulid Nabi Muhammad SAW di Kabupaten Takalar dan beberapa hal yang berkaitan. 


Editor : Kurnia Illahi

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network